Pihak Pemohon
dalam perkara pengujian Undang-Undang (PUU) Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah terkait pajak pada alat berat menghadirkan enam orang ahli ke
hadapan sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (10/4). Keenam
orang ahli yang menyampaikan keterangannya di hadapan pleno hakim yang
diketuai Wakil Ketua MK Achmad Sodiki sepakat menyatakan bahwa alat
berat tidak bisa dikenai pajak daerah dan retribusi daerah karena bukan
termasuk kendaraan bermotor.
Ahli Pemohon pertama yang menyampaikan keterangannya di hadapan pleno hakim di ruang sidang MK, lantai 2, Gedung MK kali ini, yaitu Susy F Rostiyanti. Di awal disampaikannya, ia menjelaskan pengertian alat berat adalah alat atau mesin yang digunakan untuk membantu manusia dalam pekerjaan konstruksi.
Susy juga menjelaskan, mengenai aspek mobilitas pada alat berat. Dia mengatakan mobilitas alat berat hanya dapat dilakukan dengan penggerak terbatas pada area tertentu, yaitu di dalam proyek. Meski alat berat memiliki roda, namun roda yang dimiliki alat berat ukurannya sangat besar sehingga mengurangi mobilitas alat berat itu. “Roda yang digunakan pada alat berat juga tidak sesuai digunakan di jalan aspal karena dapat merusak jalan, umumnya roda pada alat berat hanya digunakan untuk keperluan perpindahan dari satu area ke area lain di dalam proyek,” jelas Susy.
Dalam kesimpulan paparannya, Susy mengatakan
Ahli Pemohon berikutnya, Irwandy Arif yang fokus pada masalah pertambangan menyampaikan fungsi utama alat berat di industri pertambangan, yaitu sebagai alat produksi, bukan untuk mengangkut orang atau barang. “Fungsi alat berat di pertambangan, yaitu sebagai fungsi penggali, pemindah material, pengangkut, pemadatan, dan pemecah batuan,” terang Irwandy.
Terkait mobilitas alat berat di area pertambangan, Irwandy menjelaskan bahwa alat-lalat berat yang digunakan pada derah perusahan pertambangan dijalankan pada jalan tambang yang dibuat sendiri oleh perusahaan tambang. Namun, ada pengecualian bagi pengangkutan bahan tambang yang diangkut ke pelabuhan akan menggunakan jalan publik.
Sebelum mengakhiri penjelasannya, Irwandy mengungkapkan bahwa pada alat berat dikenakan dua kali beban pajak. Pajak pertama yakni pajak kendaraan bermotor atas alat berat, pajak kedua dibebankan pada alat berat yang sama sebagai alat produksi saat pembeliannya.
Ahli Pemohon yang fokus pada masalah pajak yang dikenakan pada alat berat, Dewi Kania Sugiharti, menyatakan alat-alat produksi seharusnya tidak dikenakan pajak berlebihan, jika perlu dibebaskan pemajakannya demi mencapai efisiensi dan efektivitas produksi. Sedangkan pajak lebih tepat dikenakan terhadap hasil produksinya. “UU Pajak daerah dan Retribusi Daerah Tahun 2009 tidak merumuskan pengertian yang jelas dan tegas tentang alat berat dan alat besar, bahkan kategori alat berat dan alat besar pun tidak ada,” tegas Dewi. (Yusti Nurul Agustin/mh)
www.makhakamkonstitusi.go.id
Ahli Pemohon pertama yang menyampaikan keterangannya di hadapan pleno hakim di ruang sidang MK, lantai 2, Gedung MK kali ini, yaitu Susy F Rostiyanti. Di awal disampaikannya, ia menjelaskan pengertian alat berat adalah alat atau mesin yang digunakan untuk membantu manusia dalam pekerjaan konstruksi.
Susy juga menjelaskan, mengenai aspek mobilitas pada alat berat. Dia mengatakan mobilitas alat berat hanya dapat dilakukan dengan penggerak terbatas pada area tertentu, yaitu di dalam proyek. Meski alat berat memiliki roda, namun roda yang dimiliki alat berat ukurannya sangat besar sehingga mengurangi mobilitas alat berat itu. “Roda yang digunakan pada alat berat juga tidak sesuai digunakan di jalan aspal karena dapat merusak jalan, umumnya roda pada alat berat hanya digunakan untuk keperluan perpindahan dari satu area ke area lain di dalam proyek,” jelas Susy.
Dalam kesimpulan paparannya, Susy mengatakan
alat berat merupakan alat produksi dan bukan merupakan kendaraan bermotor. “Alat berat tidak menggunakan jalan umum sebagai area pergerakan sehingga bukan merupakan kendaraan bermotor,” tukasnya.
Ahli Pemohon berikutnya, Irwandy Arif yang fokus pada masalah pertambangan menyampaikan fungsi utama alat berat di industri pertambangan, yaitu sebagai alat produksi, bukan untuk mengangkut orang atau barang. “Fungsi alat berat di pertambangan, yaitu sebagai fungsi penggali, pemindah material, pengangkut, pemadatan, dan pemecah batuan,” terang Irwandy.
Terkait mobilitas alat berat di area pertambangan, Irwandy menjelaskan bahwa alat-lalat berat yang digunakan pada derah perusahan pertambangan dijalankan pada jalan tambang yang dibuat sendiri oleh perusahaan tambang. Namun, ada pengecualian bagi pengangkutan bahan tambang yang diangkut ke pelabuhan akan menggunakan jalan publik.
Sebelum mengakhiri penjelasannya, Irwandy mengungkapkan bahwa pada alat berat dikenakan dua kali beban pajak. Pajak pertama yakni pajak kendaraan bermotor atas alat berat, pajak kedua dibebankan pada alat berat yang sama sebagai alat produksi saat pembeliannya.
Ahli Pemohon yang fokus pada masalah pajak yang dikenakan pada alat berat, Dewi Kania Sugiharti, menyatakan alat-alat produksi seharusnya tidak dikenakan pajak berlebihan, jika perlu dibebaskan pemajakannya demi mencapai efisiensi dan efektivitas produksi. Sedangkan pajak lebih tepat dikenakan terhadap hasil produksinya. “UU Pajak daerah dan Retribusi Daerah Tahun 2009 tidak merumuskan pengertian yang jelas dan tegas tentang alat berat dan alat besar, bahkan kategori alat berat dan alat besar pun tidak ada,” tegas Dewi. (Yusti Nurul Agustin/mh)
www.makhakamkonstitusi.go.id