JAKARTA - Awal Mei 2012,
Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengeluarkan putusan terkait Judicial
Review UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi daerah terhadap alat berat yang diajukan sejumlah pengusaha.
Terkait hal ini, Ali Nurdin, kuasa hukum Pemohon, berharap majelis hakim
konstitusi yang menyidangkan perkara ini mengambil putusan dengan
mempertimbangkan asas yuridis, filosopis, dan sosiologis.
“Apapun keputusan Hakim MK harus kita hormati sebagi warga negara yang
baik. Namun, kami optimis kepusan Hakim MK dapat mengabulkan judicial
review ini bedasarkan aspek yuridis, sosilogis, dan filosofis sebagimana
yang disampaikan oleh sejumlah saksi dan ahli yang kita ajukan di
persidangan,” katanya Ali Nurdin usai sidang perkara ini di Gedung MK,
Jakarta, Kamis (26/4).
Menurut Ali, sejak dimulainya persidangan, dari pengajuan saksi ahli,
baik itu pakar transportasi, hukum, dan pajak, semuanya mendukung dalil
yang diajukan pemohon bahwa alat berat berbeda dengan kendaraan
bermotor.
Sementara, lanjut Ali, dari pihak pemerintah juga tidak pernah
mengajukan ahli yang menyatakan keberatan dari dalil argumentasi yang
diajukan pemohon, baik itu dari pakar transportasi, akses transportasi
negara, dan hukum.
"Artinya, tidak ada satupun dalil yang menyatakan keberatan dengan hal itu,” jelasnya.
Menurutnya, pihak pemerintah hanya melihat dari aspek ekonomi. “Kalau
dari ahli ekonomi menilai semua hal bisa dikenai pajak. Namun ini kan
negara demokrasi, sesuatu yang dikenai pajak harus ada argumentasinya
yang jelas, rakyat harus tahu. Negara jangan semena-mena mengambil pajak
kepada setiap barang yang kita miliki, karena sesuatu yang dikenai
pajak harus ada argumentasinya dan akuntabilitasnya baik dari segi hukum
ataupun keuangan,” paparnya.
Ditanya mengenai peluang menang tidaknya gugatannya itu, Ali
mengutarakan optimismenya. Alasannya, secara filosofis alat berat bukan
kendaraan bermotor, secara sosiologis alat berat tidak dikenakan pajak
sejak dulu, sedangkan secara yuridis alat berat tidak diakomodasi dalam
undang-undang pajak daerah.
Pendapat Ali sama dengan etua Umum Asosiasi Perusahaan Pengelola Alat
Berat/Alat Konstruksi Indonesia (APPAKSI) Sjahrial Ong. Dia menegaskan,
pihaknya sangat keberatan terkait pengenaan pajak terhadap alat berat.
“Pengusaha alat berat keberatan dengan diterapkan pajak alat berat,
APPAKSI telah menjelaskan kepada Mendagri, kemudian Mendagri mencabut
Perda Lampung yang menerapkan pajak alat berat,” katanya saat
menyampaikan keterangan di persidangan.
Ong juga menyampaikan, Kementerian ESDM juga menyatakan alat-alat berat
merupakan alat produksi dan tidak kena pajak karena menggunakan jalan
khusus, bukan jalan umum.
“Kemudian Menteri Perindustrian juga menyatakan alat-alat berat
merupakan alat-alat produksi. Kalau ini sampai kena pajak, maka akan
menimbulkan kerugian secara ekonomi,” tandasnya.
Seperti diketahui, upaya judicial review ini dilakukan oleh sejumlah
pengusaha. Pemohon menilai Pasal 1 Angka 13, Pasal 5 Ayat 2, Pasal 6
Ayat 4, dan Pasal 12 Ayat 2, yakni pasal yang mengatur pengenaan pajak
kendaraan bermotor di luar jalan umum, termasuk alat-alat besar, seperti
buldozer, dumptruck, grader, traktor, dan backhoe. (sam/jpnn)
sumber : www. jpnn .com